Jumat, 24 April 2015

      Budaya lombok





Sabuk Belo

       Sabuk Belo adalah sabuk yang panjangnya 25 meter dan merupakan warisan turun temurun masyarakat Lombok khususnya yang berada di Lenek Daya. Sabuk Belo biasanya dikeluarkan pada saat peringatan Maulid Bleq bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal tahun Hijriah. Upacara pengeluaran Sabuk Bleq ini diawali dengan mengusung keliling kampung secara bersama-sama yang diiringi dengan tetabuhan Gendang Beleq yang dilanjutkan dengan praja mulud dan diakhiri dengan memberi makan kepada berbagai jenis makhluk. Menurut kepercayaan masyarakat setempat upacara ini dilakukan sebagai simbol ikatan persaudaraan, persahabatan, persatuan dan gotong royong serta rasa kasih sayang diantara makhluk yang merupakan ciptaan Allah.
     Adapun cara pelaksanaan Mulud Beleq (Maulid Besar) di Desa Lenek Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur dapat dikatakan berbeda dengan cara pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad SAW di daerah lainnya. Upacara Mulud Beleq (Maulid Besar) di laksanakan pada tanggal 10 s/d 15 Rabiulawal dengan maksud memperingati hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW  yang jatuh pada tanggal 12 Rabiulawal.
Upacara ini diawali dengan pengeluaran Sabuk Belo, kemudian dilanjutkan dengan Pepaosan, Pembuatan Minyak Obat  dimana pembuatan obat tersebut hanya dapat dilakukan oleh orang yang suci, bagi lelaki dapat dilakukan oleh anak-anak,dewasa dan yang sudah lanjut usia, sedangkan untuk wanita dilakukan oleh wanita yang belum mengalami menstruasi dan wanita yang sudah tidak mengalami menstruasi seperti manita yang sudah lanjut usia, kemudian acara puncaknya yaitu Praja Mulud.Kemudian pada siang hari dilanjutkan dengan pengajian, penyatuan anak yatim piatu dan pemberian makan kepada semua makhluk hidup baik itu hewan, tumbuhan, manusia. Pada malam hari dilanjutkan dengan seni seperti menampilkan wayang. Upacara Mulud Beleq ( Maulid Besar ) sudah dilaksanakan sejak adanya kerajaan selaparang dan masih bertahan sampai saat ini.
Masyarakat Lenek pun tetap menjalankan budaya ini dengan rasa suka cita, meskipun telah terjadi perkembangan zaman dimana banyak masyarakat-masyarakat lain sudah melupakan budayanya sendiri bahkan anak muda atau remaja masa kini tidak mengenal budayanya sendiri karena tenggelam dalam kemajuan teknologi yang mampu menarik perhatian masyarakat. Kemajuan teknologi ini sangat berpengaruh dalam perkembangan hidup manusia khususnya pada generasi muda. Generasi Muda pada zaman sekarang ini lebih tertarik pada budaya orang-orang luar karena mereka menganggap budaya luar lebih maju dari pada budaya mereka sendiri.
 

Bau Nyale

     Bau Nyale adalah sebuah peristiwa dan tradisi yang sangat melegenda dan mempunyai nilai sakral tinggi bagi suku Sasak. Tradisi ini diawali oleh kisah seorang Putri Raja Tonjang Baru yang sangat cantik yang dipanggil dengan Putri Mandalika. Karena kecantikannya itu para Putra Raja, memperebutkan untuk meminangnya. Jika salah satu Putra raja ditolak pinangannya maka akan menimbulkan peperangan. Sang Putri mengambil keputusan pada tanggal 20 bulan kesepuluh untuk menceburkan diri ke laut lepas. Dipercaya oleh masyarakat hingga kini bahwa Nyale adalah jelmaan dari Putri Mandalika. Nyale adalah sejenis binatang laut berkembang biak dengan bertelur, perkelaminan antara jantan dan betina. Upacara ini diadakan setahun sekali. Bagi masyarakat Sasak, Nyale dipergunakan untuk bermacam-macam keperluan seperti santapan (Emping Nyale), ditaburkan ke sawah untuk kesuburan padi, lauk pauk, obat kuat dan lainnya yang bersifat magis sesuai dengan keyakinan masing-masing.
 

Upacara Rebo Bontong

   Upacara Rebo bontong dimaksudkan untuk menolak bala (bencana/penyakit), dilaksanakan setiap tahun sekali tepat pada hari Rabu minggu terakhir bulan Safar. Menurut kepercayaan masyarakat Sasak bahwa pada hari Rebo Bontong adalah merupakan puncak terjadi Bala (bencana/penyakit), sehingga sampai sekarang masih dipercaya untuk memulai suatu pekerjaan tidak diawali pada hari Rebo Bontong. Rebo Bontong ini mengandung arti Rebo dan Bontong yang berarti putus sehingga bila diberi awalan pe menjadi pemutus. Upacara Rebo Bontong ini sampai sekarang masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Pringgabaya


oleh: aziadul hamdi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar